Total Tayangan Halaman

Selasa, 02 Oktober 2018

Di Balik Cerpen dari Ave Maria sampai Jalan Lain ke Roma Oleh Fitrian Eka Paramita

sumber gambar : goodreads.com

Dari Ave Maria sampai Jalan lain ke Roma merupakan kumpulan cerpen Idrus dari semenjak kedatangan Jepang tahun 1942 dan sesudah 17 Agustus 1945. Kumpulan cerpen ini merupakan perjalanan proses kreatif Idrus dari cerpen yang masih berbau romantic hingga  karekteristik Idrus sebagai seorang realis kemudian tampak. Kumpulan cerpen yang banyak menggambarkan bagaimana keadaan masyarakat pada masa pendudukan Jepang ini terbagi menjadai tiga bagian, Zaman JepangCorat-Coret di Bawah Tanah, dan Sesudah 17 Agustus 1945. Maka, tulisan ini akan mencoba menemukan karekteristik Idrus di balik kumpulan cerpen dari Ave Maria sampai Jalan lain ke Roma.

Dalam Zaman Jepang terdapat cerpen Ave Maria yang masih sarat dengan tema percintaan, namun cara penceritaan Idrus melalui tokoh Zulbahri bukanlah hal yang biasa karena ia sebagai pencerita masuk dalam cerpen ini sebagai Aku yang kemudian bertemu dengan Zulbahri sebagai pengalam cerita. Sehingga pembaca seperti membaca wacana interaksional antara Aku dengan Zulbahri. Hubungan interaksional ini justru diperjalas dalam bentuk sebuah naskah sandiwara sederhana yang berjudul Kejahatan Membalas Dendam. Dalam Kejahatan Membalas Dendam, hal-hal berbau propaganda Jepang sudah mulai tercium dengan jelas walaupun kisah ini masih dibungkus dalam tema percintaan segitiga antara Ishak, Satilawati, dan Kartili.

Pada bagian Corat-Coret di Bawah Tanah, sikap skeptis Idrus telah mewarnai hampir seluruh cerpennya, ia melukiskan kehidupan rakyat dengan penderitaannya pada masa itu dengan kacamata realistis humoris. Dalam Kota-Harmoni, Idrus melukiskan sketsa dalam sebuah trem dengan rute Kota-Harmoni. Di dalam trem itu kekuasaan Jepang dan implikasinya terhadap rakyat diceritakan melalui interaksi antar penumpang  di dalamnya baik secara lisan ataupun perilaku orang-orang dalam trem tersebut. Penderitaan dan kemiskinan yang di derita oleh rakyat digambarkan kembali dalam Jawa Baru, kali ini Idrus juga tidak menghadirkan tokoh sentral dalam, ia adalah pencerita dan pemberita dalam alur cerita ini. Dalam Heiho, kritik Idrus tentang masyarakat Indonesia yang belum juga sadar bahwa Jepang adalah musuh di balik selimut sangat kentara. Dalam Heiho, diceritakan bagaimana bangganya rakyat Indonesia menjadi seorang Heiho, pembantu serdadu Jepang. Dalam cerpen ini diceritakan tentang Kartono yang bangga menjadi seorang Heiho karena ia menganggap dengan menjadi seorang Heiho ia telah berjuang demi Negara, namun istrinya marah besar karena ia menganggap Heiho adalah orang-orang yang dimanfaatkan oleh Jepang untuk berada di garis depan, seperti halnya istilah Heiho dalam rumah tangga yang berarti jongos. Membaca Kota-Harmoni, Jawa Baru, Pasar Malam Zaman Jepang, Sanyo, Fujinkai, Oh…Oh…Oh dan Heiho dalam Corat-Coret Dalam Tanah akan membuat pembaca tertawa nyinyir, meringis, dan kasihan melihat kehidupan dan pemikiran masyarakat pada masa itu, karena itulah gaya penceritaan Idrus dikatakan realistis humoris oleh H.B. Jassin dalam pendahuluan kumpulan cerpen ini.

Dalam bagian Sesudah 17 Agustus, Idrus masih mengungkapkan pandangannya tentang realitas yang ia lihat pada masa itu. Dalam Surabaya, Idrus mengkritisi banyaknya kepincangan-kepincangan yang terjadi dalam revolusi yang sedang berkobar saat itu. Sedangkan  Jalan Lain ke Roma, merupakan sintetis yang apik dari romantisme idealis Ave Maria dan Kejahatan Membalas Dendam dengan realisme yang tertuang pada cerpen-cerpen Corat-Coret di Bawah Tanah. Pencarian jati diri tokoh utama dalam Jalan Lain ke Roma merupakan cerita penutup yang mungkin diharapkan oleh pembaca, dimana pada akhirnya Open memperoleh kedewasaan dalam berpikir dan bersikap, suatu hal yang seharusnya dimiliki oleh masyarakat pada saat itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar