Di usianya yang memasuki usia 3 tahun, Faqih sudah dapat memahami
rutinitas orang tuanya. Di awal usia 1-2 tahunnya, setiap aku akan berangkat ke sekolah untuk
mengajar, pasti ada drama rutin menenangkan tangisannya dan hati ini akan
sangat teriris meninggalkan anak-anak dalam keadaan menangis.
Kini, setiap aku akan berangkat tiada lagi tangisan drama
yang mengiringi melainkan telah berganti dengan kata-kata penyemangat yang membuat hati ini
berbunga-bunga.
Me : “Umi
sekolah dulu ya ka…” (salim)
Faqih : “iya Umi
sayang, hati-hati umi, cepat pulang…”
Dan kata-kata ‘hati-hati umi’ akan terus ia teriakan sampai
aku tak terlihat di ujung gang, kadang para tetanggaku akan berkomentar “duh,
bu guru… so sweet banget anaknya”.
Alhamdulillah… hal-hal kecil ini begitu berarti untuk membangun semangat
bekerja setiap hari.
Namun, hari ini tidak seperti biasanya Faqih “ngadat” lagi
melepas keberangkatanku. Akhirnya kami pun berdialog.
Me : “Kakak
kenapa? Umi kan mau sekolah dulu…”
Faqih : “ga boleh”
sambil nangis
Me : “Kenapa ga
boleh?” Faqih menjawab dengan isak tangis.
Duh inilah dilemma ibu yang bekerja di ranah publik,
meninggalkan anak dengan tangisan itu sangat perih…. periiih sekali.
Akhirnya aku pun memberikan win win
solution. Dengan gesture yang telah kami sepakati sebelumya, aku berkata “Kak, yuk kita
think win win , kakak mau sama umi, tapi umi harus sekolah dulu, nanti pulang
sekolah kita main sama-sama ya, jalan-jalan naik motor, kita cari kuda
(baca:delman)”
Faqih mulai berhenti menangis, “mau cari kuda…” katanya
lagi.
“Tapi pulang sekolah ya, umi sekarang sekolah dulu.” Ujarku
berbagi solusi.
Ia masih menangis seraya mendengarkan pilihan-pilihan kegiatanm yang nanti akan kami lakukan sepulangnya aku dari sekolah.
“oke… umi hati-hati” kata Kakak pada akhirnya masih dengan sedikit sisa
isakan.
#KuliahBundaSayang
#MyFamilyTeam
#FamilyProject
#GameLevel3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar