Total Tayangan Halaman

12526

Rabu, 21 November 2018

Seven Habits for Family Project - Day 10 "Be Proactive"


Kemarin, Abi membeli sebuah pisang kepok yang sudah sangat matang. Ia berkata ingin sekali makan pisang goreng ditemani secangkir kopi. Namun, pisang yang abi beli ternyata terlalu matang, sehingga saat digoreng menjadi lembek dan tidak seenak biasanya. Aku sendiri sebenarnya tidak masalah toh rasanya masih dapat diterima lidah walaupun bentuknya letoy dan saya lihat ekspresi Abi pun tetap santai menikmati goreng pisang ini hehehehe…

Hari ini, tak disangka dan tak diduga, Abi pergi ke dapur dan mengulik sisa pisang kepok kemarin. Saya pun membiarkan saja karena untuk urusan masak-memasak bisa dikatakan Abi jauh lebih lihai daripada ibu bangsa ini hehehe...

Ketika aku menanyakan apa yang ia lakukan, Abi hanya menjawab “udah jagain aja bocah, tunggu aja…”

Baik kanda, dinda manut hihihi…

Setengah jam berselang, ternyata pisang yang terlalu matang tadi diolah oleh Abi sedemikian rupa hingga terasa lebih enak dan kenyal dengan campuran terigu dan entah apalagi, karena saat ditanya resepnya, Abi hanya bilang “resepnya cuma cinta” #uhuuuy

Yang jelas karena keromantisannya dengan bertema pisang kepok hari ini, Abi mendapat hadiah stirker di pohon seven habits pada indikator ‘be proactive – memiliki ide kreatif dan selalu berinisiatif’

Terima kasih Abi 


#KuliahBundaSayang
#MyFamilyTeam
#FamilyProject
#GameLevel3

Seven Habits for Family Project - Day 9 "Think Win Win"

Di usianya yang memasuki usia 3 tahun, Faqih sudah dapat memahami rutinitas orang tuanya. Di awal usia 1-2 tahunnya, setiap aku akan berangkat ke sekolah untuk mengajar, pasti ada drama rutin menenangkan tangisannya dan hati ini akan sangat teriris meninggalkan anak-anak dalam keadaan menangis.

Kini, setiap aku akan berangkat tiada lagi tangisan drama yang mengiringi melainkan telah berganti dengan  kata-kata penyemangat yang membuat hati ini berbunga-bunga.

Me         : “Umi sekolah dulu ya ka…” (salim)
Faqih     : “iya Umi sayang, hati-hati umi, cepat pulang…”

Dan kata-kata ‘hati-hati umi’ akan terus ia teriakan sampai aku tak terlihat di ujung gang, kadang para tetanggaku akan berkomentar “duh, bu guru… so sweet banget anaknya”. Alhamdulillah… hal-hal kecil ini begitu berarti untuk membangun semangat bekerja setiap hari.

Namun, hari ini tidak seperti biasanya Faqih “ngadat” lagi melepas keberangkatanku. Akhirnya kami pun berdialog.
Me         : “Kakak kenapa? Umi kan mau sekolah dulu…”
Faqih     : “ga boleh” sambil nangis
Me         : “Kenapa ga boleh?” Faqih menjawab dengan isak tangis.

Duh inilah dilemma ibu yang bekerja di ranah publik, meninggalkan anak dengan tangisan itu sangat perih…. periiih sekali. Akhirnya aku pun memberikan win win solution. Dengan gesture yang telah kami sepakati sebelumya, aku berkata “Kak, yuk kita think win win , kakak mau sama umi, tapi umi harus sekolah dulu, nanti pulang sekolah kita main sama-sama ya, jalan-jalan naik motor, kita cari kuda (baca:delman)”

Faqih mulai berhenti menangis, “mau cari kuda…” katanya lagi.

“Tapi pulang sekolah ya, umi sekarang sekolah dulu.” Ujarku berbagi solusi.
Ia masih menangis seraya mendengarkan pilihan-pilihan kegiatanm yang nanti akan kami lakukan sepulangnya aku dari sekolah.

“oke… umi hati-hati” kata Kakak pada akhirnya masih dengan sedikit sisa isakan.

Masya Allah, laki-laki kecilku seringkali membuat ibunya berbunga-bunga, mudah2an menjadi anak sholeh ya nak!



#KuliahBundaSayang
#MyFamilyTeam
#FamilyProject
#GameLevel3

Seven Habits for Family Project - Day 8 "Synergizes"

Hari ini, kegiatan kami bersama anak-anak adalah melukis. 

Berawal dari mewarnai kertas bergambar, kemudian saat kertasnya sudah penuh, Kakak mulai bereksperimen dengan tangannya, maka beralihalah kegiatan kami menjadi body painting. Belum cukup sampai di situ, Kakak mulai bereksperimen lagi dengan mewarnai ulang mainan-mainannya dengan cat poster yang kami sediakan. Wuaaahh full of color banget hari ini. 

Nah, karena kegiatan ini kami lakukan bersama dan masing-masing mengambil peran dengan baik seperti misalnya Abi yang membantu mendampingi Adek dan aku sendiri yang mendampingi Kakak, maka masing-masing orang di keluarga kami mendapat satu stiker di ranting Synergizes pada buah "Dapat bekerja sama dengan orang lain".

Alhamdulillah....





#KuliahBundaSayang
#MyFamilyTeam
#FamilyProject
#GameLevel3

Seven Habits for Family Project - Day 7 "Put First Think First"


Tibalah saat weekend…
Saat merapel segala pekerjaan rumah (baca: mencuci dan menggosok)
Padahal kami sudah punya rencana akan jalan-jalan keluar untuk nge-date di hari Sabtu dan pergi bersama berempat hari Minggu, tapi…

Tiba-tiba Abi menunjuk ranting Put First Think First, duh sekarang punya alat ya untuk menegur dengan halus, baiklah saatnya mengisi stiker pada buah “mendahulukan bekerja/belajar sebelum bermain”

Jadi, kami berdiskusi untuk memilih salah satu, mau nge-date atau pergi bersama? rasanya kok lebih condong pergi bersama yah... baiklah, akhirnya diputuskanlah pergi bersama pada hari Minggu.

Sedangkan untuk hari ini, jeng jeng jeng... kami harus bekerja sama mencuci pakaian,  sedangkan untuk kegiatan menggosok terpaksa didelegasikan pada orang lain dengan bayaran karena mamak tak sanggup untuk menggosok huhuhu ☹️

#KuliahBundaSayang
#MyFamilyTeam
#FamilyProject
#GameLevel3

Seven Habits for Family Project - Day 6 "Sharpen The Saw"




Alhamdulillah, hari ini mendapat undangan dari Musyawarah Guru Mata Pelajaran kota Tangerang Selatan untuk mengikuti pelatihan mengenai metode pembelajaran bahasa.

Acara ini diisi oleh dua narasumber yaitu Pak Arif selaku pengawas provinsi Banten dan Ibu Widia selaku guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMAN 5 Tangerang yang telah memiliki segudang prestasi. Acara ini dilaksanakan dari pukul 08.00 s.d 15.00 WIB disertai denga peer teaching pada akhir acara.

Senangnya dapat berkumpul di majlis ilmu untuk memepertajam wawasan dan cara mengajar, semoga bisa langsung diimplementasikan dalam proses KBM di kelas. Daan yeaay… tambah satu stiker di ranting sharpen the saw…


#KuliahBundaSayang
#MyFamilyTeam
#FamilyProject
#GameLevel3

Seven Habits for Family Project - Day 5 "One to One"

Baik, tibalah saat kami menginternalisasi setiap kegiatan dengan tema Seven Habits ini.

Untuk kebiasaan pertama yaitu one to one dalam poin put first think first. Kegiatan ini adalah kegiatan dimana kami harus meluangkan waktu dan membuat quality time dengan anak-anak, berdua saja alias nge-date. #yeaaaay

Jadi, kegiatannya tidak dilakukan oleh semua anggota keluarga namun hanya berdua  ibu-anak/ayah-anak. Hari ini, aku memilih bermain bersama Adik, sedangkan Abi bermain bersama Kakak. Aku memilih menghabiskan hari di luar, kupilih taman BXC sebagai tempatku menghabiskan waktu bersama Adik. Sedangakan Abi memilih bermain di rumah bersama Faqih, kudengar mereka akan melukis, ah… terbayang nanti pulang pasti rumah jadi kapal pecah #duuh

Kenapa sih kegiatan ini penting untuk dilakukan?

Untuk kami, pasangan yang memiliki dua orang anak apalagi dengan jarak dekat, pasti waktu dan perhatian menjadi tidak sepenuhnya tercurah pada satu orang anak. Dengan one to one, kami dapat membuat bonding lebih baik, anak-anak nantinya akan merasa lebih dekat dan memiliki special moment bersama Ibu atau ayahnya. Untuk jangka panjang, kegiatan ini memungkinkan anak memiliki waktu khusus untuk bercerita dengan orang tuanya sehingga mereka bisa lebih terbuka.

Dengan kegiatan ini, aku dapat memfokuskan diri bermain bersama Adik, Kakak pun bisa mendapat perhatian penuh dari Abinya. Minggu depan kami akan berganti pasangan, sehingga maisng-masing memiliki kesempatan yang sama.


nge-date bersama Adek ♡



#KuliahBundaSayang
#MyFamilyTeam
#FamilyProject
#GameLevel3

Seven Habits for Family Project - Day 4 "Membuat Buah Indikator"


Alhamdulillah… pohom yang dibuat Abi  sudah jadi daaann… hasilnya melebihi ekspektasi.
Terima kasih Abi yang sudah bersusah payah membuat pohon ini, huhuhu… 
- tambah cinta deh *kiss*

Family Project ini sangat mengena dan terasa sekali bagi kami karena baru pada tahap awal pun kami sudah merancangnya bersama, berdiskusi panjang kali lebar, belanja alat-alat bersama, membangun pohon bersama dan nantinya kami yang akan mengisi pohon itu bersama. Saya senang sekali karena Abi sama antusiasnya dengan saya dalam membangun Seven Habits for Highly Efective Family ini, saya tidak merasa sendiri, dan itu poin pentingnya.

Kegiatan kami di awal ini akan menjadi  kegiatan pertama yang muncul dalam indikator synergize dan be proactive nanti karena Abi sangat proaktif membantu dan kami dapat bekerja sama dengan baik.

Nah hari ini, giliran aku yang bekerja untuk membuat buah indikatornya.
Ting gunting… Lis tulis… Pel tempel… jadi deh


#KuliahBundaSayang
#MyFamilyTeam
#FamilyProject
#GameLevel3

Seven Habits for Family Project - Day 3 "Membuat Pohon Indikator"


Fiuhh… ternyata setelah berdiskusi masalah indikator, mamak bingung bagaimana cara membuat pohon indikatornya hahaha…

Melihat istrinya rungsing, akhirnya  Abi bertanya “Apa yang membuat dinda merenung?” #eaaaa

Tak ayal lagi aku langsung mengeluarkan jatah 20.000 kata untuk menceritakan kegalauanku. Konsep demi konsep di kepala kujabarkan satu per satu, Abi hanya manggut-manggut sambil tersenyum entah mengerti ataukah bingung.

“hmmm… kalau gitu mah gampang, berarti buat pohonnya yang besar, satu aja, nanti tiap ranting ada buahnya yang bisa ditulis indikator. Tapi nanti buahnya bukan untuk poin ketercapaian gapapa?” papar Abi setelah mencerna ide dalam kepalaku.

“Terus pakai apa?” kataku sambil meraba bagaimana konsep pohon yang ada di kepala Abi.

“Pakai stiker bulat warna warni aja yang biasa dipakai buat media Faqih, tapi nanti buahnya jadi totol-totol, gapapa?” penjelasan Abi mulai terbentuk secara visual dalam pikiranku.

“Oke deh, tapi Abi tolong buatin pohonnya ya… pleaseee” rajukku kemudian.

Dan permintaanku dibalas dengan anggukan manis, yeaaay…
Jadilah hari ini Abi membuat pohon indikator yang sangat besaaaar….

serius banget pak buatnya 😆

#KuliahBundaSayang
#GameLevel3
#FamilyProject
#MyFamilyTeam

Senin, 12 November 2018

Seven Habits for Family Project - Day 2 “MEMBUAT INDIKATOR”

Setelah family forum yang kami lakukan kemarin, mulailah saya dan Pak Suami merangkai beberapa indikator yang perlu dicapai agar dapat menjadi keluarga yang efektif. Terdapat beberapa hal yang ter-internalisasi dalam laku sehari-hari dan beberapa dalam bentuk kebiasaan rutin yang nantinya akan kami lakukan secara berkelanjutan.

Rencananya, kami akan membuat pohon indikator yang akan berbuah setiap kali salah satu anggota keluarga melakukan kebiasaan baik yang tertera dalam pohon indikator. Sebenarnya, ini hanyalah bagian dari pembiasaan dan apresiasi terhadap apa yang telah dilakukan sehingga jelas ketercapaian family project ini. Buah yang muncul nantinya berupa stiker yang akan ditempelkan pada pohon indikator dan setiap anggota keluarga akan memiliki warna buah masing-masing, jadi ketahuan deh siapa yang paling disiplin menerapkan seven habits. Internalisasi sendiri akan dibantu dengan repetisi verbal terhadap kegiatan-kegiatan yang mencerminkan prilaku seven habits.

Masih abstrak ya? Hahahaha…
Namanya juga masih tahap rencana, insya Allah jika rencana ini sudah berjalan, akan jelas gambaran internalisasi seven habits for family ini. Keep stay tune Bunda J

Indikator yang telah kami susun adalah sebagai berikut:

Habit 1 #BE PROACTIVE
  • Saya adalah pribadi yang bertanggung jawab
  • Saya memiliki ide-ide creative dan selalu mengambil inisiatif
  • Saya yang menentukan apa yang akan saya lakukan, bagaimana saya bertindak dan menciptakan mood saya sendiri
  • Saya tidak akan pernah menyalahkan orang lain atas kesalahan yang saya lakukan
  • Saya melakukan hal-hal baik bahkan saat tidak ada orang di sekeliling saya.
  • Saya berani berkata TIDAK dan berani mengambil keputusan.

Habit 2 #BEGIN WITH THE END IN MIND
  • Saya selalu memiliki perencanaan yang matang
  • Saya hanya akan melakukan hal-hal yang bermanfaaT
  • Saya selalu belajar dari orang lain
  • Saya selalu tahu apa yang saya inginkan

Habit 3 #PUT FIRST THINK FIRST
  • Saya melakukan hal-hal sesuai dengan apa yang saya jadwalkan
  • Saya menghabiskan waktu untuk sesuatu yang penting
  • Mendahulukan bekerja/belajar dan bermain setelahnya
  • Saya disiplin dengan waktu
  • One to One setiap dua minggu sekali

Habit 4 #THINK WIN WIN
  • Saya selalu membuat orang lain bahagia dan tentunya membahagiakan diri saya sendiri
  • Fokus kepada solusi
  • Selalu melakukan yang terbaik
  • Menghargai orang lain
  • Saya tidak egois

Habit 5 #SEEK FIRST TO UNDERSTAND THAN TO BE UNDERSTOOD
  • Saya mendengarkan ide dan perasaan orang lain
  • Saya selalu menggunakan mata, telinga dan hati untuk mengerti keadaan orang lain.
  • Saya selalu mencoba melihat dari berbagai sudut pandang
  • Saya tidak akan menginterupsi saat orang lain sedang berbicara

Habit 6 #SYNERGIES
  • Saya orang yang berpengaruh dalam sebuah tim
  • Saya dapat bekerjasama dengan orang lain
  • Saya selalu meminta pendapat orang lain
  • Saya berani berbeda

Habit 7 #SHARPEN THE SAW
  • Membaca buku minimal satu/minggu
  • Melakukan pelatihan minimal dua bulan sekali
  • Melakukan sharing session dengan komunitas minimal 1 bulan sekalii
  • Selalu mendekatkan diri pada Allah SWT
  • Family Time every day :)

Demikianlah hasil olah konsep hari ini, selanjutnya adalah membuat pohon indikator
SEMANGAAAT…

#KuliahBundaSayang
#GameLevel3
#FamilyProject
#MyFamilyMyTeam

Sabtu, 10 November 2018

Seven Habits for Family Project - Day 1 “Family Forum”


Pada pertemuan kelas Bunda Sayang kali ini kami membahas materi mengenai “Pentingnya Meningkatkan Kecerdasan Anak Demi Kebahagiaan Hidup”. Tantangan bulan ini adalah kami harus membuat family project yang dapat mengasah kecerdasan IQ, EQ, SQ, dan AQ (untuk lebih jelasnya, bunda dapat mencari sendiri ya di mbah google terkait macam –macam kecerdasan ini J).

Oleh karena itu, Saya dan Pak Suami langsung mengadakan family forum untuk membahas apa yang nantinya akan kami kerjakan bersama. Mengapa anak-anak tidak di ajak dalam family forum ini? Ya karena mereka masih batita jadi untuk saat ini terima jadi dulu ya Kak, Dek hehehe…

Kebetulan beberapa minggu terakhir, sekolah tempat saya mengajar banyak sekali mengadakan pelatihan Seven Habits yang dicetuskan pertama kali oleh Steven Covey, sehingga saya langsung mengemukakan ide kepada si Bapak untuk menjadikan moment ini sebagai saat yang tepat untuk mempraktikkan kebiasaan-kebiasaan baik di rumah. Alhamdulillah, ide saya pun diaminkan oleh Pak Suami.

Maka, mulailah kami merangkai perangkat Seven Habits for Family yang akan kami gunakan untuk mengukur ketercapaian misi keluarga kami. Seven Habits sendiri merupakan tujuh kebiasaan yang terdisi dari:

1. Be Proactive (Bersikap Proaktif).
2. Begin with the End in Mind (Memulai dengan tujuan di pikiran).
3. Put First Things First (Dahulukan yang Utama).
4. Think Win/Win (Berpikir Menang/Menang).
5. Seek First to Understand, Then to be Understood (Mengerti Dulu, Baru Dimengerti).
6. Synergize (Sinergi).
7. Sharpen the Saw (Pertajam Gergaji).

Apabila tiap individu dalam keluarga mampu menghayati dan menerapkan tujuh kebiasaan ini dalam kehidupannya, maka kami berharap keluarga kami akan menjadi keluarga yang cerdas secara intelektual, emosional, spiritual, dan mampu menghadapi tantangan demi tantangan dalam kehidupan ini.

#KuliahBundaSayang
#GameLevel3
#FamilyProject
#MyFamilyMyTeam

Selasa, 02 Oktober 2018

Belenggu Para Tokoh dalam Novel “Belenggu” Oleh Fitrian Eka Paramita


Belenggu, merupakan prosa dalam bentuk novel pertama buah karya Armijn Pane. Alasan mengapa novel ini diberi judul Belengu adalah karena para tokoh utama dalam novel ini memiliki angan-angan masa silam yang pada akhirnya akan membuat hidup mereka terbelenggu oleh angan-angan tersebut. Karena itu, tulisan ini akan mengupas hal-hal yang membelenggu para tokoh utama dalam novel Belenggu.

Tono adalah tokoh sentral dalam novel ini, Ia digambarkan sebagai seorang Dokter dan menikah dengan Tini, wanita yang berpendidikan dan modern di zamannya. Kehidupan pernikahannya dengan Tini tidak bejalan dengan mulus, karena Tini tidak dapat merepresentasikan sosok istri yang diinginkan Tono. Cintanya kepada Tini membuat Tono bersikukuh memperistri Tini, meskipun Ia tahu bahwa Tini telah memberikan cintanya pada laki-laki lain. Ia selalu berangan-angan bahwa ia dan Tini pada akhirnya akan dapat saling mencintai dan mengasihi.

Namun ternyata, setelah mereka berumah tangga sikap Tini tidak seperti apa yang diangankan oleh Tono. Tini selalu sibuk oleh kegiatan sosialnya di luar rumah. Ketika berada di rumah, Tini bersikap begitu dingin kepada Tono. Sosok istri yang dapat melayani suami justru ia temukan pada Rohayah, yang kemudian menjadi wanita simpanannya. Dalam perjalanannya, timbullah berbagai pertentangan-pertentangan dalam jiwa Tono, angan-angannya bersama Tini telah membelenggunya dalam status “Suami-istri” yang semu. Tidak hanya mimpinya bersama Tini yang membelenggu jiwa Tono, ia mulai mempertanyakan kembali keinginannya menjadi seorang Dokter. Rasa tanggung jawabnya yang besar memaksanya untuk menjadi seorang Dokter untuk membalas jasa Sang Paman yang telah membiayai hidupnya. Tono tidak benar-benar menikmati profesinya sebagai Dokter, kenikmatan justru ia peroleh saat ia bersentuhan dengan seni.

Jika Tono terbelenggu oleh angan-angan percintaan dan keraguan atas keinginannya menjadi Dokter, maka Tini dibelenggu oleh kisah cintanya di masa lalu dengan Hartono, laki-laki yang sangat dicintainya. Cintanya dengan Tono tumbuh dalam kegersangan hatinya yang telah ditinggalkan oleh Hartono. Tini tidak pernah dapat dengan lepas mencurahkan kasih sayangnya kepada Tono karena ia merasa dengan begitu ia telah membohongi Tono. Kasih sayang dan cinta yang selama ini diberikan oleh Tono justru menjadi beban dalam hatinya karena ia tidak dapat memberikan cinta yang serupa kepada Tono. Hatinya sudah layu, cintanya sudah mati karena kepergian Hartono, kekasih yang ia kira sudah meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya.

“Karena dialah… kasih sayangnya membuat aku takut, bimbang, hatiku layu, menjadi kusut di dalam, hatiku layu, menjadi kusut di dalah hatiku bertambah hampa… tidak ada yang dapat kuberikan kepadanya, lain dari pasir belaka, padang pasir, padang pasir, tiada kasih saying tempat bernaung….pada hal itulah yang dia perlu. Kasih sayang…..tidak ada apa-apa, padaku, aku kosong belaka…..” (h. 115).

Lain dengan Tini, lain pula dengan Rohayah. Cita-citanya sebagai seorang perempuan adalah menikah dengan laki-laki yang berpofesi sebagai Dokter. Dokter adalah profesi yang dianggap terhormat sejak dulu hingga detik ini, derajat dan penghasilan yang tinggi membuahkan asumsi bahwa siapa pun yang berkeluarga dengan seorang Dokter maka hidupnya akan terjamin secara materiil maupun non-materiil. Hal ini pula yang membuat Rohayah begitu terobsesi dengan Dokter, ia ingin menjadi wanita yang lebih dihormati. Rohayah yang telah mengetahui bahwa Tono telah menjadi seorang Dokter pun akhirnya meneruskan obsesinya yang sempat terhambat oleh nasib buruk yang menaungi hidupnya hingga ia terjerat dalam dunia seks komersial. Namun, setelah berhasil mendapatkan Tono, Rohayah menyadari bahwa Tono tidak pantas dijadikan sebagai bahan pelampiasan obsesi yang selama ini telah membelenggu hidupnya. Ia merasa tidak pantas berada di sisi Tono, laki-laki yang dianggap sangat baik olehnya.
           
Angan-angan masa lalu telah membelenggu jiwa ketiga tokoh dalam novel ini, namun akhirnya mereka dapat melepaskan diri dari belenggu itu. Tini akhirnya memutuskan untuk bercerai dengan Tono tanpa memperdulikan orang-orang yang memiliki anggapan buruk terhadapnya, berhenti untuk berpura-pura bahwa hubungan mereka baik-baik saja dan merelakan cintanya yang telah pupus dengan Hartono, Tini pun memilih untuk mengabdikan diri dalam kegiatan-kegiatan sosialnya. Rohayah pun memutuskan untuk melepaskan Tono, Ia telah memenuhi obsesinya untuk hidup dengan seorang Dokter, namun nuraninya mengatakan bahwa kebahagiaan yang ia rasakan adalah kebahagiaan semu, karena itu ia memutuskan untuk pergi ke Nieuw Caledonie. Sedangkan Tono, ia melepaskan diri dari angan-angannya bersama Tini dan harus merelakan kepergian Rohayah, Ia belajar untuk menenangkan diri dan kembali memantapkan hatinya untuk memperdalam ilmu kedokterannya.

Di Balik Cerpen dari Ave Maria sampai Jalan Lain ke Roma Oleh Fitrian Eka Paramita

sumber gambar : goodreads.com

Dari Ave Maria sampai Jalan lain ke Roma merupakan kumpulan cerpen Idrus dari semenjak kedatangan Jepang tahun 1942 dan sesudah 17 Agustus 1945. Kumpulan cerpen ini merupakan perjalanan proses kreatif Idrus dari cerpen yang masih berbau romantic hingga  karekteristik Idrus sebagai seorang realis kemudian tampak. Kumpulan cerpen yang banyak menggambarkan bagaimana keadaan masyarakat pada masa pendudukan Jepang ini terbagi menjadai tiga bagian, Zaman JepangCorat-Coret di Bawah Tanah, dan Sesudah 17 Agustus 1945. Maka, tulisan ini akan mencoba menemukan karekteristik Idrus di balik kumpulan cerpen dari Ave Maria sampai Jalan lain ke Roma.

Dalam Zaman Jepang terdapat cerpen Ave Maria yang masih sarat dengan tema percintaan, namun cara penceritaan Idrus melalui tokoh Zulbahri bukanlah hal yang biasa karena ia sebagai pencerita masuk dalam cerpen ini sebagai Aku yang kemudian bertemu dengan Zulbahri sebagai pengalam cerita. Sehingga pembaca seperti membaca wacana interaksional antara Aku dengan Zulbahri. Hubungan interaksional ini justru diperjalas dalam bentuk sebuah naskah sandiwara sederhana yang berjudul Kejahatan Membalas Dendam. Dalam Kejahatan Membalas Dendam, hal-hal berbau propaganda Jepang sudah mulai tercium dengan jelas walaupun kisah ini masih dibungkus dalam tema percintaan segitiga antara Ishak, Satilawati, dan Kartili.

Pada bagian Corat-Coret di Bawah Tanah, sikap skeptis Idrus telah mewarnai hampir seluruh cerpennya, ia melukiskan kehidupan rakyat dengan penderitaannya pada masa itu dengan kacamata realistis humoris. Dalam Kota-Harmoni, Idrus melukiskan sketsa dalam sebuah trem dengan rute Kota-Harmoni. Di dalam trem itu kekuasaan Jepang dan implikasinya terhadap rakyat diceritakan melalui interaksi antar penumpang  di dalamnya baik secara lisan ataupun perilaku orang-orang dalam trem tersebut. Penderitaan dan kemiskinan yang di derita oleh rakyat digambarkan kembali dalam Jawa Baru, kali ini Idrus juga tidak menghadirkan tokoh sentral dalam, ia adalah pencerita dan pemberita dalam alur cerita ini. Dalam Heiho, kritik Idrus tentang masyarakat Indonesia yang belum juga sadar bahwa Jepang adalah musuh di balik selimut sangat kentara. Dalam Heiho, diceritakan bagaimana bangganya rakyat Indonesia menjadi seorang Heiho, pembantu serdadu Jepang. Dalam cerpen ini diceritakan tentang Kartono yang bangga menjadi seorang Heiho karena ia menganggap dengan menjadi seorang Heiho ia telah berjuang demi Negara, namun istrinya marah besar karena ia menganggap Heiho adalah orang-orang yang dimanfaatkan oleh Jepang untuk berada di garis depan, seperti halnya istilah Heiho dalam rumah tangga yang berarti jongos. Membaca Kota-Harmoni, Jawa Baru, Pasar Malam Zaman Jepang, Sanyo, Fujinkai, Oh…Oh…Oh dan Heiho dalam Corat-Coret Dalam Tanah akan membuat pembaca tertawa nyinyir, meringis, dan kasihan melihat kehidupan dan pemikiran masyarakat pada masa itu, karena itulah gaya penceritaan Idrus dikatakan realistis humoris oleh H.B. Jassin dalam pendahuluan kumpulan cerpen ini.

Dalam bagian Sesudah 17 Agustus, Idrus masih mengungkapkan pandangannya tentang realitas yang ia lihat pada masa itu. Dalam Surabaya, Idrus mengkritisi banyaknya kepincangan-kepincangan yang terjadi dalam revolusi yang sedang berkobar saat itu. Sedangkan  Jalan Lain ke Roma, merupakan sintetis yang apik dari romantisme idealis Ave Maria dan Kejahatan Membalas Dendam dengan realisme yang tertuang pada cerpen-cerpen Corat-Coret di Bawah Tanah. Pencarian jati diri tokoh utama dalam Jalan Lain ke Roma merupakan cerita penutup yang mungkin diharapkan oleh pembaca, dimana pada akhirnya Open memperoleh kedewasaan dalam berpikir dan bersikap, suatu hal yang seharusnya dimiliki oleh masyarakat pada saat itu.

Komunikasi Produktif - Mengganti Kalimat Interogasi dengan Kalimat Observasi


Salah satu alasan mengapa saya sangat sulit melepas pekerjaan sebagai seorang guru adalah karena tempat tinggal kami sangat dekat dengan sekolah tempat saya mengajar. Hanya butuh dua menit berjalan kaki untuk sampai di sekolah. Dengan demikian, saya tetap dapat memantau anak-anak dan bisa pulang setiap jam istirahat untuk makan siang bersama atau sekedar memastikan keadaan di rumah terkendali.

Siang ini, saat jam istirahat, seperti biasa, saya pun pulang untuk istirahat makan siang. Belum sempat tangan ini membuka pintu, tiba-tiba PRANKKK… terdengan bunyi sesuatu – berbahan kaca – terbanting dan pecah. Tanpa ba bi bu lagi, saya langsung membuka pintu dan tadaaaa…

Saya mendapati tersangka utama masih berada di TKP sedang terkejut terhadap ulahnya sendiri. Tersangka itu diketahui bernama Faqih, usia 2 tahun 9 bulan yang terciduk menjatuhkan sebuah tutup panci kaca. Karena saya sudah cukup puas melihat tampang bersalah dan terkejut yang sangat jelas tergambar dalam raut wajah Faqih, maka saya urungkan niat hati ini untuk meratapi nasib si tutup panci. Dengan sigap, saya gendong Ia memasuki kamar dan mendelegasikan tugas membersihkan pecahan kaca yang berserakan kepada Abi. “Maaf ya Abi… umi mau praktik komunikasi” (sambil tersenyum manis dan manja hehehe)

Satu hal yang saya perhatikan, Faqih sudah mulai mengerti mana perbuatan yang salah dan yang benar atau sederhananya ia sudah dapat mengidentifikasi mana perbuatan yang membuat kami – orang tuanya – merasa senang dan tidak senang. Sehingga, setiap ia melakukan hal-hal yang kurang terpuji, gesture bersalahnya akan nampak sekali seperti menunduk, terkejut sendiri, lari ke dalam kamar, atau menutup mulut dengan kedua tangannya. Itulah yang saya maksud cukup puas dengan ekspresi bersalahnya kala menjatuhkan si tutup panci hingga berkeping-keping.

Setelah berada di kamar, saya pun memulai percakapan.

“Kakak kaget ya?...”

“Tadeeeet (kaget)” pekiknya setengah berteriak seakan senang sekali perasaanya terkonfirmasi.

“Sakit?”
Kali ini dijawab dengan gelengan kepala

“Umi… tutup jatoh…” ia berusaha untuk bercerita

“Iya kak, lain kali hati-hati ya…”

“Tima Kasiih (terima kasih)” ungkapnya.

Loh kenapa Faqih berterima kasih ya? Saya pun menduga-duga, mungkin ia pikir saya akan marah dan berterima kasih karena ternyata saya tidak meninggikan suara atau ia berterima kasih karena saya sudah mencoba memahami apa yang ia rasakan?

Setelah mempelajari komunikasi produktif, saya memang jarang sekali marah. Karena saya mulai menyadari bahwa ketika marah, saya telah menebarkan energi negatif yang tidak ada faedahnya sama sekali. Ketika ada orang lain tidak melakukan apa yang saya inginkan, saya mulai merefleksikan diri, apakah gaya berkomunikasi saya sudah benar? Apakah saya sudah memberi intruksi dengan benar sehingga mereka mengerti apa yang saya maksud?

Ternyata dengan mengganti kalimat interogasi dengan kalimat observasi dapat membantu kita dalam mengolah emosi, karena kita dipaksa untuk memahami kondisi orang lain terlebih dahulu. Setelah orang lain menerima empati yang kita berikan, orang tersebut akan terbuka untuk menceritakan alasan mengapa ia berbuat seperti itu, saat alasan yang diberikan logis maka kita pun dapat memaklumi dan akhirnya dapat berpikir rasional. Ingat poin pertama dalam komunikasi produktif adalah dahulukan nalar daripada emosi. Jadi, benarlah salah satu hadis yang mengatakan “Janganlah marah maka bagimu surga”. Semangat berbahagia bunda pembelajar…


#hari10
#gamelevelsatu
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
#institutibuprofesonal

Komuniasi Produktif - Mengganti Nasihat dengan Refleksi Pengalaman

“Anak laki-laki, ga jantan kalau tidak ada bekas luka…”

Seorang teman pernah berceloteh demikian, padahal kenyataannya saya sebagai anak perempuan yang –dulu dibilang- sangat aktif pun selalu memiliki bekas luka. Tetapi, kali ini saya berterima kasih terhadap pengalaman yang meninggalkan kenangan manis di lutut, jidad, dan beberapa tempat lain yang justru membuat saya lebih mudah mempraktikan salah satu poin dalam komunikasi produktif yaitu “Mengganti Nasihat dengan Refleksi Pengalaman”. Ya, pengalaman memang selalu menjadi guru terbaik. Bahkan, saya sendiri sangat senang belajar dari kisah-kisah inspiratif sesorang dibandingkan dengan pemberian motivasi-motivasi yang hanya berbentuk kalmat-kalimat imperative dan persuasif.
***
Seperti hari-hari yang lainnya, Faqih bermain di halaman, berlari-lari mengejar anak ayam tetangga dan sesekali mengejar kupu-kupu yang terbang berlalu lalang, sungguh pemandangan yang menyejukkan mata. Namun, sesuatu menarik perhatiannya, di atas sebuah pohon jambu yang tidak seberapa besar namun cukup tinggi dibanding tubuh mungilnya. Di sisi pohon tersebut bersandar sebuah tangga yang memang dijadikan tempat bertengger ayam. Ia pun membiarkan tubuhnya memuaskan rasa keingintahuannya pun saya melakukan hal yang sama dengan membiatkannya bereksplorasi. Pelan-pelan ia naiki tangga tersebut dengan harapan dapat memastikan apa yang dilihatnya tadi. Sayangnya, kaki mungilnya belum cukup mantap untuk menyeimbangkan gerakan tubuhnya dan akhirnya... GUBRAAK  “adddddduuuuuhh…. Tolong….” Insiden yang tak terhindarkan pun terjadi…

“Kakak… sakit ya?” saya memberikan sedikit empati untuk menenangkan hatinya.

“adduuhh… sakit” Faqih sediki mengeluh tapi saya rasa tidak cukup sakit untuk membuatnya menangis, saya pun mengajaknya kedalam rumah untuk membersihkan luka dan kotoran di dengkul dan tangannya.

“Kakak… lihat deh, sama kan?” dengan bangganya saya menunjukkan bekas luka yang terdapat di lutut, kanan dan kiri.

“Umi juga pernah jatuh, dulu... umi suka naik naik ke pohon, karena umi tidak hati-hati, terus keluar darah banyak sekali…” ujar saya bercerita.

“umi… sama… sakit uga” balasnya mulai tertarik

“Iya kak, kalau tidak hati-hati bisa jatuh ya kak, kalau naik-naik nanti seperti umi, nih, sakit… Jadi, kalau bermain kita harus bagaimana kak supaya tidak sakit?”saya pun mulai mengonfirmasi apa yang Ia tangkap.

“hati-hati” yess… he got it!

Setelah percakapan sederhana itu, saya kembali teringat akan sesuatu yang membuatnya sangat penasaran tadi.

“Kak, kakak tadi mau lihat apa si?”

Tanpa menjawab  dengan kata-kata, Ia langsung pergi ke pohon jambu tadi.

“Umi… tolong” sambil membentangkan tangannya, pertanda ia minta digendong, dan permintaannya pun saya kabulkan dengan senang hati.

“Ulaaaatt” pekikinya. 

Ternyata sesuatu itu adalah seekor ulat bulu berwarna hijau. Hay , ulat bulu manis, terima kasih untuk pelajaran hari ini yah….






#hari9

#gamelevelsatu
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
#institutibuprofesional








Kamis, 27 September 2018

Komunikasi Produktif - Mengganti Perintah dengan Pilihan


Apa kabar Bunda pembelajar? Semoga selalu semangat ya dalam membersamai si kecil yang menggemaskan dan kian cerdas setiap hari. Sudahkah Bunda memeluk dan menghadiahi kecupan manis untuk orang-orang terkasih dalam keluarga Bunda? Kalau belum, saat nanti bertemu Pak suami, langsung sambut dengan pelukan hangat ya… jangan lupa untuk kecup si kecil juga Bun :) 
Nah, sambil menunggu suami tercinta pulang, bolehlah menyimak sedikit cerita hari ini.

***
Hari ini, Saya dan Abinya Faqih sepakat untuk mengajak Faqih menyiram tanaman yang baru saja menampakkan pucuknya. Jujur, menanam adalah hal yang penuh tantangan untuk kami karena di lingkungan tempat kami tinggal banyak sekali ayam yang berkeliaran dan hobi memakan pucuk-pucuk yang baru tumbuh sehingga seringkali tanaman kami mati sebelum bertumbuh, hiks…☹️

Saat mengenalkan kegiatan ini, saya tidak serta merta menyuruh Faqih untuk menyiram tanaman, akan tetapi saya mencoba memancing ketertarikannya terhadap kegiatan tersebut. Seperti biasa, sebelum jam mandi sore adalah waktu Faqih eksplorasi di luar. Saat kami keluar, Faqih langsung mengambil mobil-mobilannya yang berwarna kuning cerah untuk ia naiki, sementara Abi sudah siap dengan ketel yang telah dimodifikasi menjadi alat penyiram tanaman hehehe…. 

Saya biarkan Faqih mengambil mobil- mobilan tersebut. Setelah mobilnya di luar, saya pun menghampiri Faqih;

“Kakak, lihat abi deh…” Faqih menoleh ke arah Abi yang sedang menyiram tanaman.
“Seru ya Kak, siram pohon… pohonnya mau minum. Kakak mau main mobil-mobilan atau mau siram-siram sama Abi?”
“Siraaaaam poohon” teriak Faqih bersemangat dan langsung meninggalkan mobilnya untuk menghampiri Abi.

Duh senangnya melihat ia bersemangat, anak-anak pasti bersemangat ya kalau melihat air mengalir hihihihihi… Sebenarnya saya bisa saja langsung mengarahkan Faqih untuk menyiram tanaman. Namun, apabila kegiatan yang dilakukan adalah pilihannya sendiri tentu Ia akan lebih bersemangat. Inilah salah satu poin yang terdapat dalam komunikasi produktif, mengganti perintah dengan pilihan.

Dengan memberikan pilihan, si kecil dapat belajar mengambil keputusan. Kemampuan mengambil keputusan adalah salah satu modal utama untuk menjadi pribadi yang proaktif. Bukan hanya kemampuan untuk menerima perintah namun juga kemampuan untuk menolak perintah yang dirasa akan menjadi belenggu dalam hidupnya. Saat seseorang telah memiliki kemampuan mengambil keputusan maka bersamanya akan tumbuh sebuah tanggung jawab dan rasa cinta terhadap apa yang Ia lakukan. Bukankah impian setiap manusia untuk dapat melakukan apa yang ia cintai dalam hidupnya? Coz, Passion is oxygen of the soul (anonym), right?



#hari8
#gamelevelsatu
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
#institutibuprofesional

Komunikasi Produktif - Memberikan Pujian dan Kritik dengan Alasan yang Jelas

Beberapa hari ini cuaca sangat panas sekali, alhamdulillah… pohon ceri yang tumbuh di halaman depan rumah membantu menghalau sinar matahari masuk ke dalam rumah. Namun, pohon ini memberi pekerjaan rumah yang wajib dikerjakan setiap hari karena daunnya yang selalu berguguran, terlebih di musim panas.

Biasanya, Abi selalu membantu menyapu halaman rumah. Bisa dibilang, menyapu halaman rumah adalah kegiatan favorit Abi. Mengapa? Karena saat menyapu halaman, ia dapat bermain bersama Faqih sambil berkotor-kotoran ria, biasanya hal ini dilakukan sebelum jadwal Faqih mandi sore.

Karena seringnya melihat Abi menyapu halaman rumah, Faqih menjadi sangat tertarik untuk melakukan hal serupa. Memang, kami menanamkan nilai-nilai kerja sama di dalam keluarga. Pekerjaan domestik bukan hanya menjadi tugas seorang Ibu, setiap anggota keluarga harus peka terhadap apa-apa yang dapat ia lakukan untuk meringankan pekerjaan rumah. Saya senang sekali melihat Faqih mulai menyerap nilai-nilai ini.

Hari ini, saat Abi sedang menyapu dan saya asyik menyiram tanaman, Faqih mengambil sapu dari tangan Abi dan mulai bereksperimen dengan sapu di tangannya. Ia menyapu daun-daun yang berserakan, mengikuti apa yang Abi lakukan, meskipun pada kenyataannya Ia malah menyebarkan kembali dahan yang telah terkumpul, tidak mengapa…

Setelah selesai dengan kegiatannya, saya memanggil Faqih
“Kakak… sini deh!” Faqih pun menghampiri
“Kakak anak sholeh ya, anak hebat… bisa nyapu bantuin Abi, terima kasih kakak”
“cama-cama” sambal ngeloyor pergi…

Dalam komunikari produktif, kita tidak boleh pelit dengan pujian, begitu pun dengan kritik. Namun, pujian dan kritik yang kita sampaikan harus sepaket dengan alasan yang jelas. Apabila kita hanya berkata “Anak Mama hebat ya…” atau “Ih Mama ga suka kakak seperti itu…” belum tentu si kecil dapat menangkap alasan mengapa Ia hebat atau apa yang saya lakukan sehingga mama tidak suka?

Dengan memberikan alasan yang jelas saat memuji, kita akan memotivasi si kecil untuk melakukan hal serupa di kemudian hari, karena Ia tahu dengan pasti hal apa yang membuatnya diapresiasi. Begitu pun ketika memberikan kritik, dengan memberikan alasan yang jelas, si kecil akan paham bahwa apa yang Ia lakukan tidak tepat sehingga Ia harus memperbaikinya di kemudian hari. 



#hari7
#gamelevelsatu
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
#institutibuprofesiona

Jumat, 21 September 2018

Komunikasi Produktif - Keep Information Short and Simple (KISS)

Faqih termasuk anak yang sangat kinestetik. Karena itu, sangat sulit membiasakan ia untuk duduk saat makan dan minum. Namun demikian, sebagai orang tua saya harus tetap memberikan pelajaran dan terus membiasakan ia untuk duduk saat makan dan minum.

Sebelum belajar tentang komunikasi produktif, saya akan memberikan rentetan instruksi yang ternyata selama ini justru membuat Faqih menjadi bingung seperti misalnya:

"Kakak sini, kalau minum duduk, pelan-pelan minumnya, pakai tangan kanan."

Dalam kalimat tersebut terdapat empat perintah sekaligus dalam satu waktu yang belum tentu Faqih mengerti. Setelah mengganti strategi dengan pendekatan KISS, instruksi yang saya berikan justru dapat terlaksana secara optimal. Saya memberikan perintah satu per satu dengan kalimat tunggal seperti:

"Kakak sini deh..." (Menunggu Faqih mendatangi saya) setelah Ia datang saya berikan instruksi selanjutnya,

"Minumnya duduk ya kak" (Menunggu Faqih duduk)

"Minumnya pakai tangan kanan ya sayang" (menunggu Ia meletakkan gelas di tangan kanan)

"Pelan- pelan saja"

Alhamdulillah, Faqih menjalankan apa yang saya perintahkan satu per satu. Nah Bunda, dengan menggunakan metode KISS, instruksi yang kita berikan akan terlaksana dengan baik dan yang pasti kita dapat selalu membersamai setiap langkah yang ia lakukan. KISS sangat efektif untuk berkomunikasi dengan batita dan balita yang memang belum dapat memproses terlalu banyak informasi. 


#hari6
#gamelevelsatu
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
#institutibuprofesional


Rabu, 19 September 2018

Komunikasi Produktif - Kendalikan Intonasi Suara dan Gunakan Suara Ramah

Menjadi seorang Ibu yang bekerja di ranah publik tentu memiliki tantangan tersendiri. Pendelegasian pengasuhan kepada orang lain tidak serta menjadikan kita lalai dan bersantai dalam menjalankan kewajiban utama sebagai seorang Ibu. Justru, keterbatasan waktu menjadi motivasi agar kita berpikir lebih keras bagaimana memanfaatkan waktu bersama si kecil menjadi lebih berkualitas dan bermakna.

Setiap hari, saya dan Faqih akan melakukan kegiatan yang dapat melatih perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa, life skill, dan spiritual yang telah saya siapkan sebelumnya. Seperti hari ini, Faqih belajar menguatkan otot-otot jarinya dengan berlatih menjepit, hal ini akan berguna saat ia belajar menulis nanti. Walaupun sedang lelah dan mengantuk, saya tidak boleh memperlihatkannya kepada Faqih. Ia harus selalu mendapati Ibunya dalam keadaan prima saat bermain dengannya.

Namun, kegiatan yang kami lakukan tidak selalu berjalan sesuai rencana. Kadang saya harus dapat membangun mood Faqih dengan berbagai cara dan memberikan instruksi sesederhana mungkin agar ia mengerti bagaimana permainan akan dilakukan. Hari ini misalnya, Faqih sedang sangat manja dan sedikit rewel, tetapi saya tidak boleh kalah dengan mood-nya yang tidak bersahabat itu.

Kunci membangun mood dan memberikan instruksi yang selalu saya terapkan adalah berusaha mengendalikan intonasi suara seceria dan sebahagia mungkin. Bunda pasti pernah mendengar bagaimana guru TK atau KB memberikan instruksi kepada murid-muridnya, seperti itulah kira2 intonasi yang saya gunakan untuk membangun semangat Faqih.

Sulit? Ya... Untuk kali pertama memang terasa sangat canggung dan mungkin kita akan merasa sangat lebay, tapi percayalah saat hati telah hanyut, maka intonasi itu akan terbangun dengan sendirinya mengikuti emosi yang sedang kita rasakan. Begitupun hari ini, Alhamdulillah, lagi-lagi saya dapat menaklukkan mood jeleknya Faqih dengan intonasi dan gesture yang menyenangkan.

Selamat mencoba ya Bunda 😉


#hari5
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
#institutibuprofesional

Selasa, 18 September 2018

Komunikasi Produktif - Mengendalikan Emosi

Bunda pasti pernah merasakan gemas bercampur kesal apabila melihat si kecil diperlakukan tidak baik oleh teman sepermainannya, seperti ketika ia dipukul atau saat mainannya dirampas. Tentu saja hal ini merupakan perasaan yang sangat wajar sebagai seorang Ibu, saya pun baru saja mengalami dan merasakannya.

Saat Faqih sedang bermain perosotan, seorang temannya dengan tidak sabar mendorong paksa. Belum sempat Faqih beranjak dari tempatnya, anak itu sudah meluncur menabrak Faqih. Tidak cukup sampai di situ, Ia pun memukul Faqih karena dianggap menghalangi jalannya. Wow... kira-kira seperti apa perasaan Bunda saat melihat si kecil diperlakukan seperti itu? Kesal? Marah?

Perasaan -perasan liar itu tentu saja hinggap dalam hati, namun kekesalan saya dan keterkejutan Faqih atas perlakuan anak tersebut seketika teralihkan oleh suara yang sangat menakutkan, menggelar, ditambah mimik wajah menyeramkan dari Ibu anak tersebut. "Hei... Nakal banget kamu!Mama cubit sini... Bikin Malu!" Teriak sang Mama, anak itu pun langsung menunduk takut, diam menerima omelan orang tuanya.

Seketika rasa kesal saya berganti menjadi iba. Saya langsung menghampiri Faqih dan bertanya
"Kakak gapapa?"
"Cacihan (kasihan)" jawab Faqih seraya menunjuk temannya. Jawaban yang justru tidak terduga karena ternyata kami satu frekuensi.

Setelah kondisi tenang, saya berkata kepada Faqih,"Kak, terima kasih untuk tidak membalas ya".
"Cama-cama (sama-sama)" jawab Faqih.
"Tadi ada yang pukul Kaka, kasihan ya... Boleh ga seperti itu?"
"No No"

Dari peristiwa ini, saya banyak sekali melakukan refleksi. Anak kita mungkin tidak atau belum mengerti apa yang kita lakukan dan katakan, tapi mereka tidak pernah salah meng-copy. Mereka akan merefleksikan apa yang diserapnya di rumah kepada lingkungan. Saat kita saja tidak dapat mengendalikan emosi, maka pantaskah kita meminta si kecil untuk mengendalikan emosinya?

Hari ini saya berterima kasih kepada Faqih, karena Ia mampu mengendalikan emosi dengan tidak membalas bahkan mampu berempati. Kita tidak pernah tahu tingkah laku apa yang akan diserap oleh anak-anak di rumah, karenanya selalu berusaha menjaga sikap dan mengendalikan emosi adalah solusi praktis untuk menanamkan pendidikan akhlak yang baik.


#hari4
#gamelevel1
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
#institutibuprofesional